Text
Sepatu Dahlan
Inilah hari dengan kesedihan tak berkesudahan.rnBatinku meraung-raung meratapi ketidakberdayaan.rnKami bukan orang asing bagi rasa lapar...rnMata berkunang-kunang, keringat bercucuran, lutut gemetaran, telinga mendenging-denging...rnSungguh, aku butuh tidur, sejenak pun bolehlah.rnTetapi, aku tahu tidak akan bisa tertidur dengan mudah.rnrn***rnrnKehidupan mendidik Dahlan kecil dengan keras. Baginya, rasa perih karena lapar adalah sahabat baik yang enggan pergi. Luka di kakinya menjadi bukti perjuangan dalam menjalani hidup. Dia harus berjalan puluhan kilometer untuk bersekolah tanpa alas kaki. Sepulang sekolah banyak pekerjaan yang harus dilakoninya demi sesuap tiwul, mulai dari nguli nyeset, nguli nandur sampai melatih tim voli anak-anak juragan tebu.rnrnDan di usia mudanya, Dahlan sudah banyak merasakan kehilangan. Buku catatan hariannya pun dipenuhi curahan kegalauan hati yang selalu dia alami. Setiap kali terpuruk seringkali dia berkata pada dirinya sendiri, hidup, bagi orang miskin sepertiku, harus dijalani apa adanya. Didikan keras sang Ayah dan kakak-kakak tercintanya serta senyum sang Ibu, selalu bisa membuatnya bertahan dan terus berjuang dalam hidup. Selain itu, di atas segala luka dan kesedihan yang dialaminya dia punya dua cita-cita besar yang membuatnya semakin bekerja keras: sepatu dan sepeda.
Tidak tersedia versi lain